29 Desember 2012

cerita akhir 2012

Well, tahun 2012 tinggal hitungan hari lagi, dan setelah itu tahun baru.. Tahun ini sangat berkesan karena saya tahun ini akhirnya lulus juga kuliah juga. Haaaaaaah.. 6 tahun kuliah, 2 kampus dan ratusan teman sudah saya kenal dan akhirnya tahun ini lulus juga! Sangat membuat saya lega tapi ya, sedih juga sih karena mesti berpisah sama teman-teman dan memulai hidup baru lagi. But, well, life goes on. Hidup engga pernah berhenti di satu titik kan ya?
Salah satu moment yang menyenangkan tahun ini adalah saat acara perpisahan kelas bersama  IMT F 2008 dan tentunya wisuda! Selain itu tahun ini juga saya akhirnya merasakan ibu kota itu seperti apa rasanya, rudet pisan ternyata di sana mamen, bikin kangen Bandung. Aslinya! Hahaha..
Dan karena sudah  tidak mahasiswa praktis tahun ini juga saya menyandang gelar pengangguran, dan berharap secepatnya dapat memulai karir yang baik. Selamat tahun baru 2013! Semoga di tahun baru Masehi 2013 saya bisa lebih baik dan menyenangkan lagi. Aamin.

17 Desember 2012

Q and A

so I ask myself again.
Is this the life I want to live?
Is this the love that I want to have?
Is this the Happiness I'm craving for?
somehow, the answer is No.

15 November 2012

deep.

I love everything about her, and I'm not a guy who says that lightly. I am a guy who has faked love his entire life. I thought love was just something idiots thought they felt, but this woman has a hold on my heart that I could not break if I wanted too. And there have been times that I wanted to. It has been overwhelming, and humbling. And even painful, at times. But I could not stop loving her any more than I could stop breathing. I am hopelessly, irretrievably, in love with her. More than she knows-- Barney Stinson
 

16 Oktober 2012

Sore hari di Ibukota

Sore hari di ibukota,
hiruk pikuk manusia tak hentinya melintasi jalanan
bunyi klakson memekik terus mnerus
seperi ego manusia yang tak bisa dikekang
pengap, panas dan debu bercampur aduk
jalanan macet, dan klakson-klakson itu tetap berbunyi
hati menjadi mesin yang terus bergemuruh
ingin istirahat tapi mata kami tak pernah terpejam habis ini
Sore di Ibukota,
penantian setelah sehari penuh berjibakku dengan takdir
melawan rasa rindu dengan yang kami kasihi
Sudah lelah kah kami?
Ya, tentu saja..
tapi hati ini menjadi mesin yang tak tahu kapan harus mati..
Sore hari di Ibukota..
Esok, rasanya tak kan jauh berbeda..

09 September 2012

sebagian memberi arti, sebagian hanya menjadi kenangan saja.

Hmm, gimana yah, saya juga bukan orang yang punya kapasitas yang tinggi buat jelasin ini semua, tapi saya cuman punya beberapa pemikiran aja sih ini mah tentang kita sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini. Saya asumsikan bahwa kita percaya bahwa kehidupan ini bukan sebuah 'kebetulan' belaka dan Tuhan tidak bermain dadu saat menciptakan alam semesta, dan kita hanya manusia yang menjalani Qada dan Qadarnya saja. Menjalankan kewajiban untuk hidup saat kita hidup. 
Terus isi posting ini tentang apa? Hmm.. apa ya? 
Saya juga bingung sih mau masuk kategori apa, seperti yang saya bilang ini cuman pemikiran aja, setuju boleh, engga ya... engga apa-apa. Ini cuman pemikiran tentang orang-orang yang hadir dalam hidup kita.  Orang tua, saudara, sahatbat, teman, musuh, gebetan, sebuat aja semuanya yang mungkin hadir dalam hidup kita. Kesemua orang itu, hadir dalam peranannya masing-masing, dengan role yang berbeda dalam diri kita, dengan makna yang berbeda pula yang hadir dalam hidup kita.
Tidak semua orang harus hadir dalam kehidupan kita sebagai protagonis dalam hidup kita dan bahkan nyatanya terkadang orang yang kita pehatikan dan pedulikan lebih malah menjadi sosok antagonis atas perasaan kita sendiri. Perasaan yang tak pernah kita minta, dan tak pernah sedikit pun kita pikir bahwa orang itu yang akan kita pedulikan sekarang. Lalu, kenapa orang itu hadir kalo toh cuman bikin saya merasa 'sakit' dengan penolakan yang terjadi pada saya?
Mungkin, dia menolak karena belum siap menerima, mungkin masih ada yang kurang dalam diri kita, atau mungkin orang itu memang tidak layak. Seperti yang saya bilang, semua orang mempunyai perannya masing-masing dalam kehidupan kita dan beberapa orang hadir dalam hidup kita, tidak selalu untuk membuat kita menjadi senang dan bahagia, sengaja ataupun tidak. Yang menjadi kunci disini adalah pembelajaran atas apa yang kita alami dan rasakan. Introspeksi diri dan sikap yang positif menjadi sebuah hal yang penting karena bila kita menerima hal yang negatif dan menghasilkan yang negatif maka, secara tidak langsung kita benar-benar sudah kehilangan value kita sebagai seseorang. Kenapa? Karena mungkin Tuhan sudah memilih orang tersebut untuk memerankan peran antagonis tersebut kepada kita dan ya, bila kita tidak belajar dari hal itu maka kita belum lulus, dan resiko orang belum lulus adalah diuji dengan hal yang sama sampai dia mampu lulus dan mengerti dari maksud semua ini. Jadi kalau kena reject, ya sudahlah, you'll met another one. Senyum aja dan buktikan bahwa niat kita memang baik dan cara kita untuk memulai dan mengakhiri perasaan kita dengan kebaikan pula. 
Manusia datang dan pergi sesuka hati, sebagian memberi arti, sebagian hanya menjadi kenangan saja. Kita hanya berhenti sampai disana saja, tidak punya kuasa apapun untuk memilih lebih jauh lagi,. And, yes, life still goes on. So, just enjoy everything.  

08 Juni 2012

Bisnis sih, tapi....

Apa yang bakal saya bahas kali ini? 
Yang ingin saya bahas adalah kenyataan betapa banyak so-called 'motivator', 'entrepreneur' atau konsultan bisnis di sosial media twitter, mereka punya banyak follower dan ya, mereka membagi ide mereka melalui twit-twit mereka. Saya tidak memfollow mereka, belum pernah melihat mereka secara langsung atau tahu ada acara mereka di tivi macam Mario Teguh dan menontonnya. Tapi yang jelas mereka cukup terkenal di twitter. Yang jadi masalah adalah saat mereka membagi ide-ide mereka, yang menurut saya pribadi agak kurang sesuai untuk reputasi mereka. Mohon maaf bila ada fansnya dan marah membaca ini, tapi saya merasa ada yang janggal dari mereka semua. Mungkin niat mereka baik, dan saya saja yang tidak bisa menerimanya.
Ini ada beberapa hal yang saya kurang setuju dengan ide mereka. Saya ingin sedikit mengeluarkan pendapat tentang hal ini, kenapa? karena khawatir dengan yang saya lihat selama beberapa waktu ini.

1. Ibadah untuk bisnis 
Ini saya kurang setuju, kenapa? karena menurut saya, ibadah itu, ya ibadah. Simply as that. Buat saya sih, ibadah niatnya harus lillahi ta'ala. Mau sholat, mau sedekah, mau apapun itu. Setiap aspek kehidupan kita juga bisa jadi ibadah bila diniatkan kan? Sekarang bila ibadah diniatkan untuk 'memperlancar bisnis', 'melancarkan rejeki', apa masih murni ibadah? Mungkin ada niat lain sebenarnya dari ajakan tersebut, mungkin cara penyampaiannya saja yang saya kurang paham, dan mungkin waktu mereka baca ini mereka cuma bakal jawab, "Ah, ilmu elu yang masih cetek!" But somehow, it doesn't fit me. Iya, sih saya aja solatnya masih bolong-bolong, tapi saya tetap merasa kurang sesuai bila kita sedekah dan solat pake alasan "biar bisnis lancar.." Jadi, kalau sedekah jangan gede-gede? Ya, semampu kita lah, mau kecil atau besar, tapi yang penting menurut saya, niatnya ya mesti sesuai lah.  

2. Karyawan
Ouh, saya banyak banget baca twit mereka yang menurut saya ya menjadikan mereka yang jadi karyawan sebagai kasta 'kelas dua'. Kaum hina dan pengecut, karena 'tidak berani' ambil resiko untuk berbisnis. Disini saya mau bicara tentang passion. Passion. So simply, menurut @ReneCC passion itu apa yang membuat kita enjoy, walau kita capek setengah mati, tapi kita tetap bisa menikmati setiap hal yang membuat kita capek tersebut. Ada rasa ketertarikan yang tinggi dari hal tersebut. Passion lebih dari sekedar hobi. Buat lebih jelas mungkin baca bukunya sang penulis saja, karena saya tidak punya kapasitas yang cukup dalam berbicara hal tersebut. Kenapa passion?  Simple aja, karena menurut saya dalam berbisnis, apapun itu, balik lagi ke passion kita. Engga semua orang punya passion untuk berbisnis, walaupun sebenarnya itu bisa dibentuk, tapi tetap saja engga semua orang punya passion untuk itu. Passion untuk berbisnis kan baik dan bagus? Oh iya, tapi apa lantas passion selain itu menjadi jelek? Saya kira engga, karena pada dasarnya setiap manusia itu berbeda. Tidak ada satu standar yang pasti passion macam apa yang paling baik atau paling jelek, kecuali passion yang dipunyai buat tindakan kriminal.     
Untuk membuat bisnis sendiri atau tidak, saya merasa itu adalah sebuah pilihan diri masing-masing. Saya rasa tidak perlu sampai merendahkan profesi orang lain untuk mengajak orang menjadi entrepreneur dan punya bisnis sendiri dan sampai sekarang saya tidak mengerti mengapa bentuk kampanyenya seperti itu? Bila saya bekerja sebagai pegawai, dan saya merasa nyaman dengan pekerjaan tersebut, mendapatkan kesempatan dan pengalaman yang sesuai harapan saya saat saya menjalani pekerjaan tersebut, apa saya salah? Lalu mengapa karyawan mesti direndahkan macam begitu?

3. Kaya-kaya-kaya
Ini tujuan dari mereka semua. Menjadikan pengikutnya kaya dengan jalan yang mereka tunjukan. Menjadi 'sukses' (saya beri tanda kutip karena patokan sukses mereka adalah banyaknya harta yang dimiliki) di usia muda. Emang jelek gitu? Ya, bagus sih, siapa yang engga pengen kaya ya? Tapi kaya buat apa? Kaya buat sendiri? Banyak uang, punya rumah mewah, mobil mahal, perhiasan banyak, jalan-jalan ke luar negeri terus? Emang lu engga pengen?! Ya, pengen, tapi saya rasa ada lebih dari itu semua dalam hidup ini.
Iya, dengan meningkatnya kekayaan yang kita miliki, kemampuan kita akan lebih baik. Akan memilliki cukup uang untuk membangun usaha yang menyediakan pekerjaan bagi masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Tapi yang jadi masalah di negara ini adalah bukan kurangnya orang kaya, tapi siklus perputaran uang yang hanya berada di beberapa orang saja. Mereka hanya mengajarkan bagaimana cara 'menjadi kaya', tapi tidak membuat petunjuk untuk 'orang-orang kaya' yang sudah mereka bentuk. 

Ya, itu cuman concern saya sih. Bagus jadi entrepreneur itu, membuka peluang kerja buat yang lain, membuka perekonomian buat masyarakat dan negara, tapi ya alangkah lebih baiknya bila konsep ajakannya dibuat lebih baik lagi. Tanpa statement yang men-judge, menurut saya.  

26 April 2012

Bambang Sugiharto, “Filsuf Underground”



Bambang Sugiharto, “Filsuf Underground”
Sunday, March 16, 2008
By susuwongi
Oleh Frans Sartono
Profesor Doktor Bambang Sugiharto (52) oleh kawan-kawannya dijuluki sebagai ”filsuf underground”. Doktor filsafat yang lulus ”summa cum laude” dari Universitas San Tomasso, Roma, Italia, itu bukan hanya gemar musik rock, tetapi juga dekat dengan komunitas ”underground” Bandung. Di tengah situasi bangsa yang tengah bingung dan korup, Bambang melihat harapan pada kaum ”underground” itu.
”Mau minum apa? Mau whisky cola?,” kata Bambang menawari minuman pada Kompas saat bertandang ke ruang kerjanya di Fakultas Filsafat, Universitas Parahyangan (Unpar), Jalan Nias, Bandung, pada suatu sore yang sejuk awal Maret lalu.
”Saya suka strong taste (rasa berani),” kata Bambang yang dikukuhkan sebagai guru besar ilmu filsafat di Unpar pada 16 Desember 2006.
”Sebagai intelektual de facto, saya masih menikmati musik rock. Saya suka Korn, Limp Bizkit, Linkin Park he-he…. Untuk mood tertentu saya masih dengerin itu semua,” kata Pembantu Dekan I di Fakultas Filsafat Unpar.
Apa sebenarnya yang tengah dialami bangsa ini tampaknya ada semacam kebingungan?
Ini kompleks. Saya melihat salah satu sisi masyarakat Indonesia sekarang baru terbangun dalam menyadari hak-haknya, tetapi mereka berbenturan dengan sistem yang tak berjalan baik. Birokrasi yang macet dan etos kerja yang begitu rendah. Mereka berhadapan dengan sistem yang tidak efektif untuk mengelola bangunnya kesadaran atas hak-hak itu. Eksesnya, mereka menjadi over-sensitif terhadap perlakuan sewenang-wenang.
Sensitivitas berlebihan itu terungkap dalam anarkisme. Itu cerminan dari kebingungan dalam mengungkapkan hak, otonomi, dan kekuasaan. Kalau saya lihat di televisi, setiap hari pasti ada kekacauan, demo. Entah itu akibat penggusuran, PHK, atau ketidakpuasan lain.
Bagaimana peran tradisi atau agama?
Sistem atau pola perilaku baku yang mengendalikan perilaku atau etos kerja itu pun sedang bubrah. Sistem pola baku, entah itu dari tradisi dan agama, kini berhadapan dengan kemungkinan penawaran baru. Akibatnya, pola lama menjadi tidak lagi berwibawa sebagai pegangan. Itu menambah kebingungan.
Korupsi itu bagian kebingungan? Termasuk wakil rakyat sampai jaksa?
Hmm… tiba-tiba juga kita sedang terbuka dalam menikmati hidup, menikmati komoditas. Kalau saya lihat di mal saya bertanya bagaimana mereka bisa membiayai beli mainan yang sebenarnya mahal. Saya suka terheran-heran karena situasi ekonomi sulit, tetapi dunia konsumsi meledak.
Itu menunjukkan pesona komoditas. Orang yang sudah capai miskin mencari comfort (kenyamanan) supaya bisa mencicipi material. Bagi mereka yang punya akses kekuasaan politik atau finansial yang lebih besar, segera masuk ke wilayah itu dengan membabi buta yang mengakibatkan korupsi dan segala macam itu.
Apa sebenarnya yang berada di balik budaya korupsi?
Yang lebih mendasar adalah kesulitan untuk konsisten dan berkomitmen. Korupsi dalam berbagai bentuk itu bukan hanya soal uang, tetapi juga perilaku dan kiblat nilai. Kita sulit sekali konsisten dalam kesetiaan, dalam berkomitmen, dalam religi dan kiblat nilai.
Anarki
Sehari-hari Bambang mengendarai Kymco, sepeda motor bebek otomatis untuk mengajar di Fakultas Filsafat Unpar di Jalan Nias. Tetapi, dia juga mengajar di Program Pascasarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB dan FSRD Maranatha. Kadang dalam sehari ia harus wira-wiri ke tiga kampus itu. Karena Bandung macet, demi efektivitas waktu Bambang memilih motor. Mobil hanya digunakan untuk akhir pekan bersama keluarga.
”Saat naik motor saya alami betapa mudah saya menjadi bagian dari anarki. Godaan menjadi anarkis itu luar biasa. Saya berpikir, motor adalah kekuasaan paling sederhana yang dimiliki masyarakat bawah. Dengan motor, mereka memiliki excitement dan kekuasaan. Mereka sikat trotoar, terabas lampu merah. Situasi jalanan itu persis situasi birokrasi yang parah. Saya pikir itu juga ada kaitannya dengan sistem yang tidak jalan.”
Apakah itu masalah ketidakmampuan mengorganisasi segala sesuatu?
Ini masalah ketidakmampuan mengorganisasi diri yang parah. Membenahi angkot saja tak jalan sampai puluhan tahun. Ketidakmampuan, bahkan untuk satu hal yang sederhana, itu sesuatu yang mengerikan. Sementara sistem yang sudah ada tidak jalan. Ketika kohesi kelompok menjadi sangat mengendur hal itu menjadi semakin kacau karena yang terjadi adalah survival of the fittest. Yang penting gue dulu selamat.
Apa sebenarnya di balik anarkisme itu?
Pada tataran politik saya kira kita sudah lama berada dalam situasi keterjajahan yang parah. Pada masa Orde Lama, Orde Baru kita terus terjajah. Dalam situasi seperti itu, mau tak mau kekuasaan menjadi menarik. Bukan karena orang bisa menguasai orang lain, tetapi karena kekuasaan adalah privilege, hak istimewa, bukan tanggung jawab.
Yang tertanam selama ini adalah atmosfer tertindas dan menindas sehingga dalam setiap pilkada semua orang ingin menjadi gubernur, bupati, bahkan presiden. Ada fenomena tragis waktu caleg, yaitu orang menjual apa pun dengan harapan akan kembali sekian kali lipat. Bahwa itu akses pada kekayaan dan kenyamanan. Saya kira itu motivasi sederhana bagi orang untuk memasuki kekuasaan.
Saya sulit sekali menemukan orang yang bisa saya yakini masuk ke dalam kekuasaan untuk bisa bertanggung jawab, untuk mengubah realitas.
Apakah kita tak punya kultur berorganisasi?
Saya curiga, itu bukan karena ketidakmampuan berorganisasi. Dalam sistem kerajaan organisasi itu mestinya jalan. Dalam Orde Baru kehidupan masyarakat sangat well organized—terorganisasi dengan sangat baik—sampai tingkat RT, RW. Ada posyandu di desa-desa dan semuanya jalan. Itu yang saya kagumi pada zaman Soeharto, yaitu kemampuan membuat struktur yang dahsyat sekali. Meskipun, tentu saja, ada kelemahan.
Sistem yang top down, dari atas ke bawah?
Ya, sistem top down itu menjadi struktur untuk membungkam aspirasi dari bawah. Itu seperti struktur dalam negara sosialis.
Kita lihat yang terjadi sekarang, ketika orang ingin mengungkapkan aspirasi, strukturnya yang menjadi hancur. Ada atmosfer tidak percaya pada struktur.
Krisis identitas
Dalam situasi bingung dan kacau, Bambang melihat gejala krisis identitas. Orang kehilangan identitas dan bingung mencari pegangan.
”Intelektual merakit sendiri identitas mereka. Mereka tak andalkan kategori baku, seperti agama, suku, atau ideologi. Mereka menjumput dari apa pun. Mereka bangun identitas sendiri dengan bertualang atau mencampuradukkan apa pun.”

Bagaimana nasib kelompok yang belum terdidik?
Masyarakat yang kurang terdidik, yang kemampuan kritisnya kurang berkembang, mengalami gerak sentripetal. Mereka kembali ke sistem-sistem harfiah. Pada agama itu bisa disebut fundamentalisme atau apa pun. Itu bisa masuk dalam sistem agama atau etnik.
Gerakan ideologisasi identitas seperti itu sedang berkembang. Ada kecenderungan dalam sistem identitas orang kembali pada sistem yang ada. Mereka tertutup pada kecenderungan kritis dan revitalisasi.
Sebetulnya, hal ini menambah keruh situasi. Dalam situasi seperti ini, identitas kolektif menjadi perpanjangan egosentrisme yang tidak realistis. Itu lebih merupakan identitas kepanikan dalam ketidakmampuan mengelola hal baru yang serba tak pasti. Akhirnya orang berlindung pada sesuatu yang pasti. Itu akan menakutkan karena pasti akan kontraproduktif. Muncul kemudian primordialisme yang berlebihan. Kalau di dalam agama itu adalah puritanisme yang menakutkan. Puritanisme dalam arti harfiah, bukan pada kekokohan pada prinsip moral, tetapi juga pada tendensi pemurnian atau pretensi memurnikan ajaran. Itu menakutkan.
Saya tidak mengatakan itu jelek, tetapi ada unsur kontraproduktifnya. Ada unsur mengelakkan tantangan yang sebetulnya riil. Saya kira, kita perlu melihat identitas bukan sebagai sesuatu yang stereotip, baku dan mandek.
”Underground”
Apakah ada harapan di tengah kondisi seperti sekarang?
Saya melihat ada sementara kelompok yang mengalami gerak sentrifugal. Mereka keluar dari kerangkeng sistem dan membuat sistem sendiri. Keluar dari situasi chaotic (kacau), kelabu, dan pesimistis seperti saat ini saya melihat meriapnya gerakan mikro. Sebutlah itu mikro politik dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Orang mencari jalan sendiri, merevitalisasi diri sendiri, dan menggali kemampuan diri. Itu mengharukan.
Inisiatif, perpanjangan dari individualitas itu ternyata tidak selalu jatuh pada primordialisme sempit. Dari mereka ada gairah membentuk gerakan mikro. Misalnya, ada yang peduli pada situasi pendidikan. Mereka membuat gerakan pendidikan alternatif untuk mengimbangi apa yang tak didapat di sekolah. Daripada mengeluh terus.
Di Bandung ada kelompok kecil yang merintis toko buku alternatif. Mereka menjual buku yang mungkin tak pasaran. Mereka punya komunitas tersendiri.
Apakah gerakan underground dari Ujungberung juga masuk dalam wilayah itu?
Itu lebih mengharukan lagi. Bagaimana dari kawasan pinggiran itu tiba-tiba muncul kelompok yang menata diri. Dari sudut itu terlihat kemampuan mengorganisasi diri, melembagakan di dalam band-band.
Mereka tidak main-main. Kiblat dan referensi mereka fantastis. Dari wilayah yang kita kira pinggiran itu mereka punya akses internet ke denyut band rock global. Tadinya saya tak percaya, tetapi ketika akhirnya saya terseret masuk ke wilayah seperti itu saya sungguh kagum karena mutu musikal mereka fantastis. Saya tak pernah bayangkan anak Ujungberung memasuki wilayah yang sophisticate dalam bidang rock.
”Sophisticate?”
Ya, Ivan dari Burger Kill yang meninggal itu bacaannya George Orwell, 1984. Riwayat Ivan ditulis Ivan jadi novel. Mereka masuki wilayah sastra. Itu terobosan dari wilayah pinggiran lewat pola mikro sampai akhirnya memasuki wilayah dunia intelektual dengan cara sendiri.
Yang menarik, setiap komunitas kecil itu punya koneksi dengan komunitas lain sehingga yang namanya pola organisasi dalam rangka jejaring itu betul-betul riil. Kelompok underground itu juga berkaitan dengan distro, penjual pakaian, dan toko buku. Itu menakjubkan.
Apa harapan dari kelompok mikro-politik itu?
Saya tak tahu itu akan bakal jadi apa. Mereka adalah orang-orang yang masuk dalam jalur sentrifugal. Mereka berani menghadapi perubahan situasi dengan nyali dan nalar serta dengan passion yang baru. Mereka menghadapi perubahan tanpa panik, bahkan menyerbu dengan antusias. Ini sesuatu yang menjanjikan.
Mereka bergerak mengandalkan reflektivitas sendiri. Artinya sambil mengamit masa lalu mereka juga mengunyah yang baru, tetapi dengan gaya gue sendiri. Seperti slogan MTV: gue banget.
Mereka dituduh antek kapitalis.
Kalau mereka dibilang budak dunia Barat, ternyata mereka punya jawaban canggih. Mereka tahu apa itu wayang, calung. Bahkan si Kimung itu skripsinya tentang sejarah angklung.
Anda dekat dengan kaum underground?
Saya pernah diundang kelompok underground. Semula saya ragu-ragu. Bagaimanapun pergaulan saya di wilayah intelektual. Saya memang kenal sama mereka, tetapi ketika harus berhadapan dengan—istilah mereka—begundal-begundalnya, saya takut. Saya pernah diundang bicara dengan mereka. Di luar dugaan mereka semua santun. Sedikit saja ada hal sensitif mereka tepuk tangan.

Bagaimana Anda bicara dengan mereka?
Sewaktu saya harus berbicara di depan mereka, saya sempat berpikir, apa mereka mengerti kalau saya ngomong, meski saya sederhanakan. Ternyata mereka mengerti dan sangat apresiatif sehingga citra rock itu kekerasan non-sense. Itu stereotip yang tak benar.

Sumber: http://www.kompas. com/kompascetak/ read.php? cnt=.xml. 2008.03.16. 01025718&channel=1&mn=183&idx=183

http://niasonline.net/2008/03/16/bambang-sugiharto-filsuf-underground/

26 Maret 2012

cuman pendapat aja kok.

sekrang hari selasa, saya niatnya mau ke kampus buat ngasih draft proposal skripsi habis itu nonton The Raid. tapi engga jadi. karena saya baca hari ini banyak pendemo di Gedung Sate dan pastinya bikin macet dalam jalan saya menuju kampus.
Mereka demo untuk apa? Mereka minta supaya pemerintah tidak jadi menaikan harga BBM (Bensin Premium). 
Bagus atau baik kah? Saya tidak tahu, karena saya tidak tahu kenapa mereka sampai harus berdemo seperti itu, karena demo atau tidak, harga akan tetap naik. Masyarakat terbagi menjadi 2, ada yang menolak ada yang setuju. Yang setuju datang dari kaum ekonomi menengah ke atas, mereka yang tidak terlalu terbebani dengan kenaikan BBM ini, toh setiap hari juga mungkin mereka sudah pakai Pertamax/Pertamax Plus. Jadi naik engga naik, ya engga ngaruh. 
Yang menolak datang dari golongan ekonomi lemah, mereka yang hidupnya pas-pasan dengan kemampuan seadanya. Buat bayar kontrakan saja sudah susah, sekarang biaya untuk makan sudah semakin sulit bagi mereka. Tapi itu semua baru kemungkinan saja, toh yang pasti apa yang mereka lakukan  belum tentu ada pengaruh yang signifikan sama sekali.  
Sebenarnya kalau saya sendiri dibilang setuju atau tidak, saya juga tidak tahu. Karena kenaikan harga BBM-nya masih dalam tahap afforable buat saya, tapi pengaruh ke harga-harga yang lain pasti akan tinggi sekali termauk ke sembako karena transportasi sembako pasti pakai Premium atau Solar. Jadi, harga yang lain akan semakin naik tanpa ada kendali sama sekali. Ini yang saya engga suka dari inflasi di Indonesia. Penentuan Pricing suka seenak jidatnya apalagi angkot.
Cuman kok ya, saya ngerasa aneh juga sama pemerintah ya. Begini, alasan menaikan BBM karena memberatkan APBN yang katanya dana dari APBN tersebut akan digunakan untuk melakukan pembangunan di Indonesia. Sumber dana APBN terbesar adalah pajak dari masyarakat. Jadi, masyarakat bayar pajak, kemudian dananya dipakai untuk mendanai APBN. Subsidi BBM dari APBN dianggap menjadi sebuah pengeluaran yang tidak perlu/memberatkan karena jumlahnya terus membengkak. Tapi bila tidak ada subsidi pasti harga akan naik mau tidak mau karena biaya untuk beban operasional dan transportasi akan meniangkat karena komponen utamanya harus naik.
Jadi, sekarang ini yang saya lihat masyarakat menjadi pembayar tunggal untuk semua hal. Pajak dibayar sendiri,  sekolah dibayar sendiri, biaya kesehatan dibayar sendiri, makan dibayar sendiri, bensin buat sekolah dan kerja dibayar sendiri. Bentuk subsidi yang dihilangkan, hilang entah kemana. Pelayanan publik, bayar lagi juga. 
Bila memang subsidi dihilangkan untuk BBM, ya mungkin seharusnya bisa ditambahin di bidang lain. Untuk sekolah sendiri, biaya sekolah masih tetap harus ada yang dibayar, andai tidak bayar, bangunannya rubuh. Jalanan masih rusak, keamanan tidak terjamin, transportasi massal mahal. Di bidang kesehatan lebih parah, sampai ada jargon : orang miskin engga boleh sakit. 
Ya, itu kan terjadi karena subsidinya dipake buat BBM?!
Ok, sekarang subsidinya dicabut, apakah hal 'indah' tersebut akan terwujud? engga ada yang ngejamin. engga ada yang bisa bilang, "Ok, BBM dicabut, mulai besok sekolah sampai SMA semua ditanggung negara!" kan engga ada. Ok, sekarang udah ada BOS, tapi sampai tingkat SMP dan hanya sekolah negeri saja. Terus yang sekolah di swasta gimana? Udah mereka lulus SMP tapi ga bisa ngelanjut ke SMA/SMK gimana? Cuman lulus SMP beneran ga punya nilai bargain sekarang ini. 
Kesalahan pertama yang saya lihat adalah enggak adanya transportasi massal yag murah dan bisa menjangkau semua lapisan masyarakat. Saat ini kita cumna bisa ngadelin angkot sama bis. Bis engga terlalu mobile walau bisa muat orang banyak, sementara angkot lebih mobile, tapi ya itu tadi, pricingnya gelo! Belum ngetem, belum engga aman, pokoknya engga nyaman dan mahal. 
Karena itu lah masyarakat yang emang sebenarnya mampu beli motor, ya akhirnya beli motor yang mana sekarang harganya cukup murah. Yang mampu beli mobil ya beli mobil. Coba sekarang kita lihat, satu rumah bisa ada 3 motor, itu untuk rumah yang diem di gang. Temen saya ada yg punya mobil sampai 4, dan itu dipake semua setiap hari. Gimana konsumsi BBM enggak naik coba? Belum lagi itu nimbulin masalah kemacetan yang amat sangat. Volume kendaraan nambah, tapi kapasitas jalan tetep.
Itu juga menunjukkan pemerintah pusat dan daerah sama sekali tidak punya visi tetap tentang bagaimana masyarakat ini harus dikelola. Bagaimana harus dinaikan derajatnya, bagaimana harus diolah demi kebaikan negara ini. Masalah yang sangat esensial : Pemerintah tidak punya visi! 
Mereka lupa sebenarnya mereka ada untuk apa dan untuk siapa. Negara ini buat saya sekarang kek bom waktu/mimpi buruk saja di masa depan. kalau boleh saya mau pergi dari sini saja. tapi itu hanya membuat saya menjadi pengecut saja sepertinya. Walau kecil, semangat untuk perbaikan pasti ada di semua orang  Indonesia dan itu ga boleh padam. 














   

17 Maret 2012

Whad Up?

Apa nyang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini?
Sebenarnya tidak terlalu banyak, saya maish ngerjain skripsi, an sekarang sudah akan memulai tahap analisisnya. Hah, somehow, saya merasa ini sangat cepat tapi di sisi lain saya juga merasa sangat lama. Sangat cepat karena baru bimbingan dua kali dan sudah di-acc. Terlalu lama karea tahu begini saya seharusnya kerjakan dari November saja dan pastinya sekarang sudah selesai. Tapi, ya sudah lah, mungkin jalannya sudah begini. Saya tak ada pilihan lain, dan satu-satunya jalan yang ada adalah tetap melangkah saja. Cause life goes on and we won't get any younger any more. So, just move on!

12 Maret 2012

just a shoe

just like when you find a pairs of shoes that you really want.
and you start collecting money to buy it.
but then, after you've made your money,
that shoes just don't worth anymore for the money you've collected. 

04 Januari 2012

A New Hope

Jadi, sekarang sudah tahun baru, tapi saya merasa masih banyak yang belum berubah. Saya belum ganti kalender dan status mahasiswa masih saya sandang. fuck. Saya masih ingat 1 Januari empat tahun lalu, saat saya memutuskan untuk keluar dari kampus lama saya setelah tiga semester menjalani kuliah di tempat itu dan selama enam bulan selanjutnya saya benar-benar jadi pengangguran. 
Hah, enam tahun terlewat begitu saja jadi mahasiswa. Tak ada karya, tak ada prestasi yang saya buat and of course, single! Saya sudah jenuh dengan status yang saya punya, saya ingin segera mencapai fase yang baru. Well, sebenarnya tidak begitu terbuang sih, tidak secara real terlihat memang tapi ada banyak perubahan dalam cara berpikir saya dan banyak value yang saya dapat selama enam tahun ini. Dan tentunya saya mempunyai lebih banyak teman dari dua kampus yang sudah saya "jelajahi". Lebih bisa menghargai arti keluarga, teman dan saya sendiri tentunya...
Selama enam tahun ini saya mengalami banyak proses kehidupan yang ada diluar pikiran saya sendiri. Saya berada dalam kondisi diluar kemampuan dan kemauan saya. Semua proses yang rumit dan berbelit-belit tentang pendewasaan diri dan pencarian arti diri bisa sangat membuat lelah, dan sejak beberapa minggu terakhir saya memutuskan untuk berhenti berpikir tentang apapun, karena terlalu banyak berpikir membuat saya sulit tidur, tidak enak makan dan sangat depresif. Sekarang saya lebih memilih untuk lebih banyak merasakan daripada berpikir. Feel more, think less. Karena berpikir terlalu banyak tentang kehidupan tanpa merasakannya, saya kira sia-sia sekarang.   
You're thinking being 20 and it's hard? Try being 24 and still doing the same thing that you do at 18 while your friend out for work and getting ready to get married. Yeah, My self esteem is very low right now. Teman-teman saya sudah banyak yang bekerja, cari penghidupan sendiri, mengadu nasib sendiri, menjalani fase selanjutnya dari hidup mereka. Ah, saya iri sama mereka, mereka sudah bisa punya duit sendiri, bisa bayar cicilan motor sendiri, bisa bayar makanan mereka sendiri saat ngopi tanpa perlu minta sama orang tua lagi, sementara saya masih disubsidi sama orang tua. da fuq!
Tapi ya sudahlah, saya juga tidak terlalu mengerti kenapa ini semua terjadi kepada saya, I mean, mungkin ada orang lain yang mengalami hal yang lebih buruk daripada saya, mungkin Tuhan ingin saya belajar sedikit lebih banyak lagi dalam kehidupan ini. Lebih sabar dan tidak sombong, karena hidup yang jalani bukan milik saya sendiri seutuhnya. Tidak ada kehidupan yang kita miliki. 
Bila kita ingat sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, apakah kita pernah berpikir akan bertemu dengan si A, minum kopi sama si B, nongkrong di tempat ini, pergi ke tempat itu, belajar tentang hal-hal absurb di kampus, jatuh cinta dengan seseorang yang menjadi pacar kita? Saya kira tidak ada. Tak ada kepastian dalam hidup, tidak ada yang bisa menjaminnya. Apa yang hari ini benar, mungkin besok salah. Apa yang saat ini sedang dicintai, mungkin besok sudah dibenci. Apa yang baru hari ini, adalah usang saat esok hari. And yet, life still goes on, no matter how tired you are. Just grind the road!

Tahun baru ya? Semangat baru dong. Pasang senyum di wajah. Coba jalan lebih ceria, lihat semua hal dengan perspektif baru. Semua hal terjadi untuk sebuah alasan. Sekarang kita mungkin belum mengerti, Yan, tapi mungkin nanti, nanti saat semua sudah dijelaskan oleh Tuhan. Saat masterplan hidup kita sudah dijelaskan dan kita sudah siap untuk mengerti itu semua. Bersabarlah sedikit lagi. Cheer up, mate! 
Sincerenly, yourself.