Ok, lanjutan dari postingan sebelumnya, terakhir saya ngomongin soal politisasi. Nah, kenapa politisasi bisa terus terjadi, kenapa sedikit-sedikit dibuat menjadi isu politik? Jawabannya karena masyarakat kita memang masih mudah untuk diarahkan seperti itu. Media tidak membantu banyak dalam upaya mencerahkan masyarakat, media bagi saya saat ini sudah merupakan sebuah komoditas yang bisa ditunggangi oleh politik (atau minimal sama yang punyanya demi kepentingan politiknya.) Tapi ini tidak terjadi di negara ini saja, di negaral lain juga sama saja saya rasa. Media lebih menjadi media propaganda dan digunakan sebagai pengalih isu semata untuk menutup satu isu degan isu lainnya. Media sudah beralihfungsinya dari yang seharusnya menyebarkan informasi yang akurat dan jujur kepada publik, menjadi sebuah badan yang mengejar iklan dan popularitas di masyarakat.
Saya ralat semua tulisan diatas.
Sebenarnya saya pengen bilang kalau penyebab utamanya adalah rendahnya pendidikan di masyakrakat dan kurangnya visi di pemerintah dalam membentuk masyarakat yang mandiri secara fisik dan mental pikiran (bebas dari doktrin-doktrin umum yang ada dan bisa berpikir secara rasional dan empiris dalam melihat segala macam persoalan yang ada) tapi setelah saya pikir-pikir, memang ekonomi tidak ada pengaruhnya? Ya, ada. Memang psikologis tidak ada pengaruhnya? Ya, ada. Memang hanya segitu saja penyebabnya? Setelah saya pikir-pikir, lho kok jadi banyak dan untaian masalahnya benar-benar seperi bola kusut di kaki ayam, tidak jelas mana pangkal mana ujungnya. Jadi apa penyebabnya? Sekarang saya cuma bisa jawab : entahlah. Saya pun bingung, mana yang awal mana yang akhir.
Ada orang terdidik yang mungkin masih bisa dihasut secara politik, atau ada orang yang miskin tapi bisa kritis, tapi karena miskinnya tidak punya kesempatan beraspirasi dan sibuk berkutat dengan nasib supaya bisa makan saja. Jadi ada apa? Apa memang ada Invisible Hand sesuai teori Adam Smith yang mengatur ini semua? Atau sudah suratan takdir? Kenapa jadi seperti judul sinetron begini?
Tapi inti dari semua kesalahan semua ini bagi saya adalah memang tidak adanya visi yang jelas dari pemerintah sendiri untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Memang anggaran sudah 20% untuk pendidikan, tetapi tingkat penyerapannya belum benar terealisasikan. Masih banyak tukang kutip di Republik ini dan mereka tidak malu menjadi tukang ketip dan memberikan uang hasil ketip itu untuk keluarga mereka.
Mungkin, memang yang paling tepat untuk saat ini adalah seperti kata-kata orang yang pernah saya dengar dengan cara memperbaiki diri kita dulu, kemudian keluarga, kemudian lingkungan yang lebih besar lagi dan seterusnya, karena bila kita memperbaiki dunia luar tanpa memperbaiki diri kita sendiri, tak ada gunanya.