24 Maret 2013

Kenapa Ridwan Kamil untuk Bandung?


saya pertama kali tahu Ridwan Kamil di acara TEDxBandung di Saung Angklung Udjo Bandung, sekitar tahun 2011. saya sebenarnya kurang tahu beliau itu sebenarnya siapa dan apa yang dia kerjakan. kemudian dia membahas tentang sebuah gerakan yang dinamakan Indonesia Berkebun. Dengan konsepnya tersebut, dia berusaha menggiatkan urban farming di kota-kota besar di Indonesia. kegiatan urban farming ini diharapkan makan bisa membuat lahan-lahan tidur yang ada di kota besar di Indonesia bisa kembali menjadi produktif dan menambah lahan hijau di kota-kota besar di Indonesia. Gerakan ini hampir sudah menyentuh kota-kota besar di Indonesia dan banyak partisipannya.
dan saya pikir, siapa orang yang punya ide macam ini? dan setelah saya browsing ternyata dia beserta kawan-kawannya mendirikan Bandung Creative City Forum, buat yang belum tahu, selama beberapa tahun belakangan ini ada huruf besar bertuliskan DAGO yang terletak di bawah flyover Dago. Nah itu, adalah salah satu gagasan dari forum tersebut. Selain itu forum ini juga menggagas berbagai macam event yang biasa disebut dengan Helarfest yang isinya berisi berbagai macam kegiatan yang diadakan di kota Bandung. Selain untuk menarik wisatawan, tentunya kegiatan ini dimaksudkan untuk mewadahi berbagai komunitas kreatif yang ada di kota Bandung.
apa lagi yang dia bikin? program bikeBDG juga dia yang menggagas. Selain sibuk dalam kegiatan sosial, Ridwan Kamil juga menjadi dosen dan sekaligus mempunyai perusahaan konsultan arsitektur di Bandung. Dia juga menjadi penyiar di salah satu radio swasta di Bandung yang menyajikan berbagai info unik dan menarik tentang kota Bandung (saya lupa nama programmnya apa. Dia juga menjadi host di salah satu tv lokal di BAndung yang menyajikan berbagai masalah kota Bandung dan bagaimana cara mengatasinya.
Pokoknya banyak banget kegiatan Ridwan Kamil ini, dan sebagian besar dia persembahkan untuk kota Bandung. Tapi sayang sekali, banyak ide yang terbuang begitu saja dan sempat diimplementasikan untuk mengatasi masalah di kota Bandung karena berbenturan kepentingan politik di kota Bandung.
dan saya pikir, keknya kalo jadi walikota Bandung, bagus juga ini dengan ide segar dan tentunya tanpa kepentingan politik yang tinggi, banyak masalah di kota Bandung ini yang bisa terselesaikan.
dan di tahun 2013 inilah, rupanya keinginan saya itu tercapai! Ridwan Kamil mencalonkan diri menjadi walikota Bandung selanjutnya. Jujur saja, saya sangat senang dengan pencalonan beliau karena sedikit membuka harapan untuk kota Bandung yang lebih baik. Beberapa tahun belakangan ini BAndung memang punya banyak masalah, mulai dari PKL sampai yang paling sering saat ini adalah banjir cileuncang.
Ridwan Kamil menjadi sebuah alternatif paling ampuh dalam menangani berbagai masalah di kota Bandung sekarang ini. Kenapa? Karena berbeda dengan calon lainnya, dia sudah bergerak dari awal. dia sudah bekerja duluan untuk menciptakan kota BAndung yang lebih baik. Calon yang lain? saya baru tahu dari poster dan baligo saja, program nyata sebelumnya mana ada?
dia tidak terlibat dalam kegiatan politik sebelumnya, berbeda dengan calon lainnya yang sudah masuk dalam kegiatan politik sebelumnya. sehingga mesti banyak mengutamakan kepentingan politik partai mereka. Dan jatuh-jatuhnya sama seperti pengelolaan kota Bandung macam sekarang yang semrawut dan acak-acakan.
Jadi, menurut saya, Ridwan Kamil adalah salah satu solusi terbaik dalam pemilihan walikota Bandung kali ini. alternatif terbaik untuk perubahan kota Bandung yang lebih baik. insya allah.

01 Januari 2013

Transisi Membaca

Mungkin membaca adalah hobi yang paling mudah ditulis oleh semua orang ketika dalam setiap interview, menulis CV dan resume, atau pada saat ngobrol basa-basi. Apa yang dibaca it yang menjadi pertanyaan. Mungkin ada orang yang senang membaca buku, membaca iklan baris, atau membaca kolom lowongan pekerjaan di koran, atau juga senang membaca komik, cerita stensilan di internet atau bahkan sampai membaca nasib orang lain melalui garis tangan. Kalo saya sendiri lebih senang membaca buku, tapi ada sedikit perubahan genre yang saya alami sekarang.
Saya ingat, novel yang pertama kali saya baca adalah novel Lima Sekawan dengan judul Minggat dan kemudian saya membaca novel Lupus, dan saya akhirnya mulai menyukai membaca novel-novel lainnya.
Kalau dulu saya seringnya baca buku novel  tapi sekarang saya lebih senang membaca buku non-fiksi daripada novel. Kenapa? Karena saya merasa sangat kesulitan dengan semua novel yang ada sekarang karena cerita yang ada sekarang cenderung 'diarahkan' dengan tema yang populer saat ini. Saya ingat ketika buku Laskar Pelangi berada dalam masa kepopulerannya, hampir semua novel lokal yang ada dalam setiap judulnya menggunakan kata 'laskar' atau 'pasukan' dan memasang label novel motivasi. Begitu Twilight booming disini, banyak novel mengangkat cerita seputar vampire dan sebagainya sebagai ceritanya.
Dan sekarang sedang demam Korea dan travelling di Indonesia, banyak penerbit menerbitkan buku tentang travelling dan cerita dengan latar wilayah korea. Saya merasa bingung sendiri dalam memilih novel akhirnya, karena saya takut wasting uang dan waktu saya dengan semua perangkat marketing yang ada di penerbitan itu karena penulis yang menjadi follower biasanya merupakan penulis debutan, mungkin ceritanya atau apapun lah sehingga buku tersebut akhirnya diterbitkan tapi tetap saja menurut saya, sebuah certa yang lahir karena booming pasar kurang menarik minat saya.
Saya akhirnya mencoba membaca buku non fiksi, dan somehow, saya benar-benar merasa kehilangan minat dengan buku novel, kecuali novel tersebut memuat fakta yang ada seperti misalnya Fight Club atau novel Pramoedya Ananta Toer. Ya, semacam ada knowledge lebih didalamnya selain sekedar dari cerita novelnya sendiri.
Membaca buku non fiksi, menurut saya sekarang lebih seru dibandingkan membaca novel, karena entah kenapa setiap buku non fiksi yang saya beli saling 'terkait' satu sama lain. contohnya saya membeli buku Dunia Sophie, dan bertanya, apa tidak ada seorang filsuf Islam yang dibahas? Dan ternyata jawabannya saya dapatkan di buku Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam karya Thamim Ansari. Dan masih ada beberapa buku lain yang saya rasa isinya berkaitan dan akhirnya membuka wawasan saya sendiri tentang berbagai hal yang terjadi saat ini. Bukan saya bilang membaca novel itu jelek, hanya saja mungkin bila kita lebih expand keinginan membaca kita nantinya akan membawa lebih banyak insight daripada hanya berpaku pada satu genre saja.