30 Juli 2011

Ini cerita magangku, apa cerita magang mu?

Magang, apa itu magang? Saya juga ga tau sebenernya, mungki definisinya ada di buku pedoman magang bersampul hijau itu, tapi saya lagi malas buat bacanya. Magang itu pura-pura kerja, padahal saya tak tahu apa yang saya kerjakan. “Riyan, kerjakan ini, terus itu, lalu habis itu begini..” Ya, saya kerjakan, betul atau salah saya tidak tahu.  
Magang, kenapa harus minimal 30 hari kerja? Mungkin kalau seumur hidup nanti kita juga yang susah. Magang, kenapa harus buat laporan? Harusnya kampus langsung tanya saja ke tempat kami magang. Sudah lah kami yang mencari tempat, kami yang magang, kami juga yang bikin laporan, kampus mau bantu apa?
Magang, banyak cerita, banyak pengalaman, banyak hal aneh dalam dunia profesionalisme. Saya sadari bahwa saya belum pernah merasakan bagaimana ‘bekerja’ dalam lingkungan kantor atau organisasi selain sekolah, kampus dan rumah. It’s totally different.

BOSAAAAAAAAAAAAN!
Magang itu bosan. Saya ditugasi menyusun data pegawai sebanyak 2 rak. Dan percayalah 2 rak Bantex itu banyak! Saat pertama saya mulai, 1 Bantex saya susun selama 1 jam, kemudian 1 Bantex jadi 45 menit hingga yang paling cepat 30 menit. Saya melakukan hal yang sama selama 2 minggu dan sangat-sangat-sangat membosankan. Duduk sendirian, disudut, bersama 200 Bantex, make you wanna die.
   
Lingkungan Usia
Kalau sekolah yah, mungkin teman satu kelas kita bisa beda 1-2 tahun, tapi kalau kerja? Bisa 1-30 tahun! You can meet someone old as your mom/dad. Disinilah basa basi diperlukan. Kurang senyum atau sopan dikit, bisa dicuekin seharian. Sama sekantor.

Tak semua orang benar-benar bekerja
Selain itu, saya juga baru tahu bahwa di kantor, tak semua orang benar-benar bekerja. Ada yang sibuk hilir mudik, tapi kerjaan di mejanya terbengkalai. Ada yang hanya mondar-mandir, sapa kiri-kanan, hilang, 2 jam balik lagi melakukan hal yang sama. Ada yang bahkan benar-benar hilang dari mejanya dan tak ada yang tahu kemana.
“Maaf, mas saya nyari bapak X.”
“Waduh, saya enggak tahu. Bu, bapak X kemana?”
“Waduh, saya juga engga tahu, kalau mau tunggu aja sampe…… lebaran taun depan.”
Kok bisa gitu yah? Saya juga engga ngerti. Kepentingan pribadi kadang juga menyita banyak waktu di kantor. Sebenarnya sih boleh, curi-curi waktu sedikit kalau mau keluar kantor asal pekerjaannya beres dan jelas keluar kantor tujuannya mau apa.

Wanita itu sensitif dan membuat mereka marah adalah kesalahan
Women is taking control at the office. Mereka yang tahu semua gosip, mereka yang tahu semua berita di kantor. Kita harus berhati-hati sama wanitah di kantor. Pokoknya jangan sampai mereka merasa sakit hati dan diasingkan. Kenapa? Karena image kita di kantor yang dipertaruhkan! Kalau mereka sakit hati, besok kita ngobrol sama tembok.
“Pagi, Teh. Gimana semua baik-baik saja?”
“………hmmmm.”

R.E.D (Retirement Extremly Dangerous)
Saya magang di bagian administrasi SDM dan kebetulan sekarang ada di bagian kesejahteraan pegawai yang mengurus administrasi pada pensiunan juga. Para pensiunan ternyata bisa sangat menyeramkan dan melelahkan. Mereka umumnya sudah tua, agak pikun dan pendengarannya terganggu. Ada juga yang maish segar bugar sih, tapi tidak begitu banyak. Setiap bulan mereka atau perwakilan dari keluarganya datang ke kantor untuk mengambil uang pensiun mereka yang mungkin sebenarnya tidak seberapa dibanding gaji mereka dulu, tapi toh lumayan lah buat mereka jajan sambil sekalian bertemu dengan kolega sewaktu masih bekerja.
Tapi, dengan banyaknya kebijakan perusahaan yang berubah klita berkewajiban untuk menjelaskannya kepada mereka. Nah, menjelaskan kebijakan-kebijakan ini bisa jadi sangat melelahkan.
“Jadi, bapak, nanti pembayaran tidak melalui kas, tapi harus langsung ke rekening bank.”
“Hah? Bapak engga dapet pensiun lagi?”
“Bukan, pak. Tapi nanti di transfer langsung ke rekening bank, Bapak.”
“Hah? Ke bank? Bank mana? Jangan jauh-jauh, bapak udah tua..”
“Nanti ada petugas banknya,”
“Hah? Kenapa pesiunan disiksa begini?”
“Engga tau, pak.”
“Harusnya gaji kami dinaikan!! Ini perusahaan maunya apa? Masa pensiunan jadi begini?!!”
“…………….”
“Tadi, ngomongin apa, dek? Bapak lupa…”
“Gkgkgkgkkgk….”

Jaga Kesehatan, anak muda!
Nah, dibagian saya juga ternyata ngurus tentang jaminan kesehatan bagi pegawai dan keluarganya. Di sini saya melihat ternyata banyak pegawai yang sakit atau meninggal dunia sehingga harus pensiun dini. Dan saya katakan bahwa jumlahnya tidak sedikit. Saya melihat data mereka dan ternyata banyak dari anak pegawai tersebut masih berada dalam usia sekolah/kuliah. Lalu saya berpikir bahwa hal itu bisa terjadi pada saya, atau lebih buruk, anak saya nanti. Bagaimana bila itu terjadi pada saya dan ternyata bekal pendidikan buat mereka masih belum cukup dan kami butuh biaya lagi, tapi saya tidak bisa bekerja dan harus pensiun dini?  Mencegah lebih baik daripada mengobati, jadi mungkin saya harus mulai menjaga kesehatan dari sekarang. Hah, tadi naruh rokok dimana ya?

21 Juli 2011

Nah, ini baru pedih!

Penyiksaan terkeji
terhadap hampir seluruh jiwa
yang dilukai oleh cinta
adalah pengabaian. --Mario Teguh

16 Juli 2011

Jakob Sumardjo


Saya pernah beli satu buku judulnya "Orang Baik Sulit Dicari" yang ditulis oleh Jakob Sumardjo. Sebenarnya saya tidak berharap banyak dari buku itu, karena saya lihat cetakannya cetakan lama dan harganya juga sangat murah, kurang dari Rp. 20.000. Tapi yah, lumayan sih buat nambah koleksi aja sih dengan harga semurah itu bisa dapat 1 buku baru, saya pikir. Tapi setelah saya buka dan baca di rumah, ternyata buku itu sangat.. hmmm kalau pake bahasa Mario Teguh, SUPER!!! 
Buku itu berisi tentang pikiran-pikiran penulis tentang kehidupan sehari-sehari, masyarakat dan kebanggsaan. Beberapa hal ditulis berdasarkan sejarah dan sebagian besar ditulis dengan peuh filosofis. Sangat filosofis bahkan. Kemudian saya bertanya, "Emang Jakob Soemardjo siapa sih? Kok keren ginih bukunya?" 
And, Google have it's answer!
Prof. Drs Jakob Sumardjo, esais kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Agustus 1939, adalah sulung dari tujuh bersaudara, putra P. Djojoprajitno, pensiunan ABRI. Ia menamatkan pendidikan SD Kanisius di Klaten dan Yogyakarta (1953). Kemudian melanjut ke SGB BOPKRI, Yogyakarta (1956) dan SGA BOPKRI, Yogyakarta (1959) serta kuliah di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (1962) dan IKIP Negeri, Bandung (1970).
Setelah lulus sarjana muda dari IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, ia mengajar di SMA St. Angela Bandung, hingga 1980. Kemudian menjadi dosen dan ketua jurusan teater di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung, setelah sebelumnya meraih gelar sarjana dari IKIP Negeri Bandung.
Suami dari Jovita Siti Rochma dan ayah dari empat orang anak ini seorang penulis produktif kritikus sastra ternama di negeri ini. Dia sering menulis di harian Kompas, Suara Karya, Pikiran Rakyat, dan Sinar Harapan, serta majalah Horison, Prisma dan lain-lain.
”Di Indonesia, menjadi kritikus sastra cukup berat,” ujarnya. ”Ibarat tikus sawah, tiap kali muncul diuber dengan pentungan.” Kritikus di Indonesia, menurut dia, kalau mau survive harus tahan gebuk. ”Paling tidak, tebal kulitlah.” Toh, ia mengaku tiap minggu tetap menulis artikel sastra.
Jika tulisannya dimuat koran atau majalah, sesama rekan guru maupun dosen, bahkan istrinya, ”Hanya tertarik membaca nama saya,” kata Jakob. Tetapi tidak satu pun di antara mereka membaca isi tulisan itu. Ia pernah bertanya, mengapa mereka tidak membacanya? Jawab mereka kurang lebih sama, ”Saya ‘nggak ngerti yang Anda tulis.”
Sumardjo juga sudah menulis puluhan judul buku, antara lain Sastra dan Masyarakat Indonesia (Nurcahya, Yogyakarta, 1979), Novel Populer Indonesia (penerbit yang sama, 1981), Segi Sosiologis Novel Indonesia, (Pustaka Prima, 1980), Pengantar Novel Indonesia, (Unipress, Jakarta, 1984), dan Dari Khasanah Terjemahan, (Alumni, Bandung, 1985).
Saya dapat biografi itu dari situs ini. Ternyata ada yang membuat posting dari Beliau. Entah itu yang membuat beliau asli, atau ada orang yang mendedikasikan situs tersebut untuk sang penulis. Yah, dibaca-baca saja dulu. Siapa tahu tertarik. 

08 Juli 2011

Kenapa kita berpikir?

Secara sengaja, saya cari lagi diktat mata kuliah Logika yang disusun oleh B. Arif Sidharta saya waktu masih kuliah di Unpar dan ternyata diktat tersebut memang bagus isinya. Ada satu bagian yang saya cukup ingat dari diktat itu yaitu tentang faktor yang memaksa manusia berpikir. Faktor-faktor yang memaksa manusia berpikir atara lain : 
1. Jika pernyataan atau pemikirannya dibantah oleh orang lain (atau dirinya sendiri)
2. Jika dalam lingkunganya terjadi perubahan secara mendadak, atau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan
3. Jika ia ditanya
4. Dorongan rasa ingin tahu

Nomer 1 sampai 3 tentunya sering terjadi dalam kehidupan saya sebagai mahasiswa, contoh kongkritnya adalah ya kalau engga kuis dari dosen, ya ujian. Tapi jarang saya lihat dalam kegiatan sehari-hari faktor yang nomor 4, Dorongan rasa ingin tahu. Ingin tahu terhadap suatu keilmuan. Banyak mahasiswa sekarang yang penting nilainya bagus, IPK nya 4, ingin lulus cepat dtambahi gelar cum laude tapi sama sekali tidak mengerti  dan mendalami apa yang sudah pelajari. Ya, enggak salah-salah juga sih, siapa juga yang engga bakal bangga dengan semua itu? Tapi,  ya sudahlah, motivasi manusia memang beda-beda. 

04 Juli 2011

justru karena kita mencintai orang lain lah, maka kita harus menjadi hebat!