31 Mei 2011

Kiw kiw~! Hasil copy Paste ttg cintah

Arti memiliki

Pacaran itu suatu hal yang mengesankan dan ‘harus dipertahankan’ jika memang sudah sepadan. Seperti kata-kata berikut : cinta tak pernah akan begitu indah, jika tanpa persahabatan.. yang satu selalu menjadi penyebab yang lain dan prosesnya adalah irreversesible

Seorang pecinta yang terbaik adalah sahabat yang terhebat. Jika engkau mencintai seseorang, jangan berharap bahwa seseorang itu kan mencintaimu persis dalam kapasitas yang sama. Satu diantara kalian akan memberikan lebih, yang lain akan dirasa kurang. Begitu juga dalam cinta : engkau yang mencari dan yang lain akan menanti.

Jangan pernah takut untuk jatuh cinta, mungkin akan begitu menyakitkan dan mungkin akan menyebabkan engkau sakit dan menderita tapi jika engkau tidak mengikuti kata hati, pada akhirnya engkau akan menangis jauh lebih pedih lagi karena saat itu menyadari bahwa engkau tidak pernah memberi cinta sebuah jalan.

Cinta bukan sekedar perasaan tapi sebuah komitmen. Perasaan bisa datang dan pergi begitu saja. Cinta tak harus berakhir bahagia karena cinta tidak harus berakhir.

Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan dan mengerti apa yang tidak dijelaskan, sebab  cinta tidak datang melalui bibir atau lidah atau pikiran, tetapi dari HATI

Ketika engkau mencintai, jangan mengharapkan apapun sebagai imbalan, karena jika engkau demikian maka engkau bukan mencintai melainkan investasi.

Jika engkau mencintai, engkau harus siap untuk menerima penderitaan. Karena jika engkau mencari kebahagiaan, engkau bukan mencintai, tapi memanfaatkan.

Lebih baik kehilangan ego dan harga dirimu bersama dengan orang yang engkau cintai daripada harus kehilangan orang yang engkau cintai karena ego mu yang tak berguna itu

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, karena bunga akan mati kala musim berganti. Cintailah seseorang seperti sungai, sebab sungai mengalir selamanya.

Cinta mungkin akan meninggalkan hatimu bagaikan kepingan-kepingan kaca tapi tancapkan dalam pikiran mu bahwa ada yang akan bersedia menambal luka mu dengan mengumpul kembali pecahan-pecahan kaca itu sehingga engkau akan menjadi utuh kembali


Gambaran cinta

Jika kamu memancing ikan Setelah itu terlekat di mata kail Hendaklah kamu mengambil ikan itu Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kail mu Dan mungkin akan menderita selagi dia masih hidup

Begitu jugalah setelah kamu memberi banyak pengharapan Kepada seseorang
Setelah ia mulai menyanyangimu hendaklah kamu menjaga hatinya Jangalah kamu meninggalkannya begitu saja Karena dia akan terluka oleh kenangan bersama mu dan mungkin tidak dapat Melupakan segalanya selagi dia mengingatmu

Jika kamu menadah air biarlah berpada, janganlah terlalu mengharap Pada takungannya dan janganlah menganggap dia begitu teguh Cukuplah sekedar keperluanmu Apabila sekali dia retak  Tentu sukar untuk kamu menambal semula Akhirnya dia dibuang Sedangkan jika kamu mencoba memperbaikinya lagi Mungkin dia masih bisa dipergunakan lagi.

Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa Anggaplah dia manusia biasa saja

Apapbila sekali dia melakukan kesilapan Bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya
Akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya Sedangkan jika kamu memaafkannya
Boleh jadi kamu akan terus hingga ke akhirnya

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi Yang pasti baik untuk dirimuMengenyangkan Berkhasiat Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain? Terlalu ingin mengejar kelezatan Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya, kamu akan menyesal

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan Yang pasti membawa kebaikan pada dirimu Menyanyangimu Mengasihimu Mengapa kamu berlengah, coba membandingkannya dengan yang lain? Terlalu mengejar kesempurnaan Kelak, kamu akan kehilangannya apabila dia menjadi milik orang lain Kamu juga akan menyesal

Seorang laki-laki dan anaknya

Seorang laki-laki dan anaknya, berjalan dibawah terik matahari melewati sebuah perkampungan dengan menggiring seekor unta bersama mereka. Penduduk perkampungan itu lantas berkata, "Alangkah bodohnya kedua orang itu! Unta itu tidak dinaiki oleh mereka padahal hari panas begini!"
Esoknya, Laki-laki tersebut dan anaknya kembali melewati perkampungan itu, kali ini sang Ayah menaiki unta yang kemarin mereka giring. Penduduk perkampungan itu berkata,"Alangkah kejam orang tua itu! Tega sekali dia membiarkan anaknya berjalan di panas terik seperti ini sementara dia enak-enakan duduk diatas unta!"
Esoknya, laki-laki tersebut dan anaknya kembali melewati perkampungan yang sama, kali ini sang anak yang duduk diatas unta. penduduk perkampungan itu berkata," Alangkah kuarang ajar anak macam itu! dia duduk enak diatas unta itu sementara ayahnya dibiarkanya berjalan!"
Esoknya lagi, ayah dan anak itu kembali melewati perkampunguan yang sama, kali ini mereka bedua duduk diatas unta tersebut. Penduduk kampung tersebut kemabli berkata, "Alangkah teganya kedua orang itu! Tak bisa melihatkah mereka kalau unta yang mereka naiki kepayahan membawa beban 2 orang?"
Karena sudah memncapai puncak amarahnya, sang Ayah dan anak turun dari unta tersebut dan kemudian membunuh unta tersebut di dalam perkampungan itu dan tak pernah kembali lagi ke perkampungan itu.
Ya, cerita diatas sebenarnya hanya sebuah ilustrasi saja. yang ingin saya tekankan adalah janganlah hidup dari omongan orang. kenapa? ya, akibatnya seperti ayah dan anak tadi, mereka hidup serba salah karena hidup melalui omongan orang lain. sudut pandang orang lain. menggunakan otak orang lain untuk berpikir. karena itu mereka selalu salah dan akhirnya frustasi.
lakukan apa yang harus kita lakukan, bolehlah kiranya orang berkomentar, tapi komentar macam apa yang kita dengarkan. jadilah pendengar yang bijak. masukan yang baik dan BENAR, dijadikan patokan. tak melulu apa yang orang sarankan kita lakukan, karena belum tentu sesuai dengan diri kita. berlakulah...ya, kalau kata dosen saya, proporsional, sesuai dengan kemampuan kita. jangan berlebihan dan jangan meniadakan.

27 Mei 2011

Sharing dikit boleh ya?

So, what am i gonna share here? Oh, yeah, right, about my college life!
Jadi, saya akan sedikit cerita tentang dunia perkuliahan yang saya hadapi. Jujur saja, saya menganggap  diri saya hingga saat ini sebagai mahasiwa yang gagal, a failed student. Kenapa? Sederhana saja, karena saya gagal dalam menentukan apa yang ingin saya pelajari.
Biarkan saya sedikit bercerita sedikit tentang latar belakang keluarga saya. Ayah saya adalah seorang lulusan STM dan bekerja sebagai seorang teknisi di sebuah BUMN yang bergerak dalam jasa pembangkitan listrik sedangkan ibu saya lulusan SMP dan tidak bekerja, dia hanya mengurus 3 anaknya saja setiap hari (Love Both, Mom and Dad).
Kakek dari ayah dan ibu saya bekerja di pabrik, Nenek dari ibu saya juga bekerja di pabrik, sedangkan Nenek dari ayah saya, jadi ibu rumah tangga, mungkin. (Beliau meninggal saat saya masih kecil, saya kurang begitu ingat, semoga ketenangan dan rahmat diberikan kepada keluarga kami yang sudah berpulang. Amin).
Sama seperti orang tua jaman dulu, karena program KB kurang populer, mereka mempunyai banyak anak dan karena penghasilan mereka (mungkin) tidak mencukupi, mereka sering menjual harta warisan mereka yang berupa tanah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sekolah. Iya, sekolah, untuk mendapatkan pendidikan. Tetapi karena kemampuan mereka terbatas, mereka hanya sanggup menyekolahkan hingga tingkat sekolah menengah atas saja.
Ayah saya sekolah hingga STM, dengan ijasah yang dia punya, dia bekerja berpindah-pindah dari satu pabrik ke pabrik lain, bekerja seperti Kakek saya, hingga nasib memberikan jalan untuk dia dan mampu lulus tes ke Perusahaan Listrik Negara. Dia mulai membangun kehidupannya dan menikah dengan ibu saya yang dikaruniai 3 orang anak yaitu saya dan 2 orang adik saya.
Dan disinilah mulai babak baru tentang keluarga saya dimulai melalui saya. Seperti yang sudah saya ceritakan tadi, pendidikan tertinggi dalam keluarga saya adalah sekolah menegah atas. Tak ada Professor, tak ada Doktor, lulusan Sarjana pun keluarga saya tidak punya hingga tongkat estafet keluarga saya jatuh kepada saya.
Saya masih ingat sewaktu saya SD, saya dan ayah saya menonton satu sinetron, entah sinetron apa, yang jelas pada waktu itu adegannya saat sang anak yang sedang kuliah meminta uang untuk membayar biaya kuliahnya (bukan, bukan sinteron Si Doel Anak Sekolahan), dan kemudian Ayah saya berkata, "Someday, you will ask the same thing to me," dia bilang (well, engga pake bahasa Inggris sih). Tapi ya, akhirnya hal itu memang terjadi dan saya kuliah! Ini membuat saya sebagai calon sarjana pertama di keluarga saya! Saya adalah pioner dalam keluarga ini! Bukan orang lain, tapi saya!
Tapi semua tidak berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Saat orang lain merajut mimpi-mimpi mereka tentang suasana kuliah, tentang menjadi sarjana, tentang lulus dan dibayar baik oleh perusahaan internasional, saya masih bingung ingin melanjutkan kuliah di bidang apa. Saya menghabiskan masa SMA saya lebih banyak untuk nongkrong dan bermain-main.

"Yan, PR udah buat besok?"
"Hah? Ada gitu?"
"Ada"
"Ah, nyontek aja"

atau

"Eh, tugas udah?"
"Belum, tapi gua ada rokok,"
"Minta dong,"
"Yuk, cabut!"

Hei, semua teman saya melakukan hal yang sama, tapi apa yang membuat saya berbeda? Ya itu tadi, saya tidak tahu interest saya ada dimana, saya tidak tahu kapabilitas terbaik saya ada dimana, saya tidak tahu saya ingin menjadi apa, sementara mereka sudah mempunyai mimpi yang mereka jalani dari kecil.
Dan dalam ketidaktahuan saya tentang dunia kuliah, saya mengetahui bahwa satu-satunya bidang yang tidak ingin saya pelajari adalah Teknik Informatika. Saya kurang tertarik dalam dunia komputer, karena motivasi orang yang masuk dalam dunia informatika adalah game, saya tidak senang main game komputer. Saya lebih tertarik kepada musik, seni dan literatur. Itu adalah interest saya dari kecil, tapi saya tidak mungkin untukkuliah dalam bidang tersebut karena orang tua saya kurang menyetujui kalau saya kuliah dan hidup dari bidang tersebut. Ayah saya dari kecil menyarankan saya untuk masuk ke dalam Teknik Elektrok dan entah munkin karena bawaan keluarga, ya saya cukup menikmati hal-hal yang berkaitan dengan elektronika.
Singkat cerita, masa SMA saya lewati. UAN saya lulus tetapi ada satu hal yang mengganjal, pertanyaan untuk melanjutkan kuliah masih ada dalam benak saya dan belum bisa saya jawab. 
Jurusan yang paling saya mungkin ambil adalah Teknik Elektronika, tetapi karena kerjaan saya lebih banyak main-main daripada belajar sewaktu SMA, membuat skill saya dalam menembus SPMB dan masuk Institut Negeri sangat minim sementara perguruan tinggi swasta yang menyediakan program tersebut masih diragukan kehandalannya, saya akhirnya mencoba masuk ke Politeknik Manufaktur. Setelah tes tertulis, saya dinyatakan lulus tes tertulis, tinggal psikotest dan tes kesehatan. Di dua tes tersebut saya gagal.
Selanjutnya, pilihan saya jatuh kepada Akuntansi dan saya mencoba daftar di Unpar. Ada 3 pilihan yang bisa saya ambil waktu itu. Pilihan pertama saya ambil akuntansi, pilihan ketiga saya pilih Ekonomi Pembangunan, sedangkan pilihan kedua saya pilih....Ilmu Komputer. Ilmu Komputer?!! Ah, pasti ini bukan Teknik Informatika, pasti lebih banyak bicara tentang hardware komputer. Hardware mah masih ada hubungannya sama elektronika, saya pikir waktu itu.
Saya ditolak di Akuntansi, diterima di Ilmu Komputer dan sesuai dengan prediksi saya, SPMB kacau.
Saya bingung pada waktu itu, melakukan pendaftaran ke kampus lain sudah mempet dan entah jurusan yang saya akan pilih apa. Masuk ke Unpar, sama saja dengan bunuh diri, sudah pasti mahal, dan pikiran saya hanya mentok sampai situ. Dan dengan asumsi bahwa Ilmu Komputer berbeda dengan Informatika, saya memutuskan masuk sana.
Semua berjalan lancar dan biasa saja, sampai setelah beberapa minggu kuliah seorang dosen bertanya, "Kalian tahu apa bedanya Ilmu Komputer dan Teknik Informatika?"
Semua mahasiswa diam.
Dia akhirnya menjawab sendiri, "Enggak ada bedanya"
MAMPUS GUA!! 
Itu adalah salah satu kesalahan terbesar saya. Tidak mencari informasi yang tepat dan sesuai tentang jurusan yang salah pilih dan yang paling buruk adalah : saya memilih bidang studi yang saya tidak suka sama sekali di kampus swasta yang mahal dan dosennya pelit nilai.
Dan benar saja, nilai saya hancur-hancuran. Saya tidak punya motivasi lebih untuk berbuat lebih baik dengan keadaan yang ada. Semester 3 saya berusaha berbuat agak lebih baik dan mulai membuat diri saya nyaman, tapi tetap saja tidak berjalan maksimal. Saya akhirnya mundur dari Ilmu Komputer.
Saya menganggur selama 6 bulan dan akhirnya pindah ke Institut Manajemen Telkom. Kenapa saya pilih kampus itu? Tidak ada alasan khusus, saya hanya masuk ke sana karena anjuran teman saja. 
Di kampus baru ini saya harus beradaptasi lagi karena kebiasaan kuliah saya masih sama seperti waktu saya di Unpar, dan itu tidak mudah. Kenapa? Simple, lebih mudah menulis di atas yang kosong daripada yang penuh coretan. Saya sudah penuh coretan dari kampus sebelumnya, dan benar-benar sulit beradaptasi dengan kampus baru dengan segala macam budayanya yang sangat berbeda daripada kampus saya sebelumnya.
Birokrasinya kacau, lingkungan kampusnya pas-pasan, dan teman-teman baru dengan kepribadian yang macam-macam. Saya harus adaptasi lagi. Tapi ya, akhirnya saya bisa bertahan dengan nilai yang menurut saya seadanya saja lah, karena saya memang orang yang malas dalam mengejar nilai. 
Di kampus ini saya belajar banyak hal yag berkaita dengan manajemen dan segala seluk beluknya. Menarik? Ya, lumayanlah, setidaknya tidak seperti kampus saya yang pertama, tapi tetap saja saya masih merasa ada yang kurang. Saya masih belum bisa menemukan saya yang sepenuhnya.
Saya masih kurang puas dengan apa yang saya dapat!
Lalu apa sebenarnya inti dari semua ketikan panjang ini?
Saya hanya ingin bilang bahwa dalam melakukan apapun dalam hidup ini, interest, minat atau ketertarikan kita dalam suatu hal adalah merupakan modal yang penting. Baik itu dalam pemilihan karir, pendidikan atau apapun. Tanpa interest yang tinggi, semua akan sia-sia, karena kita tidak akan pernah bisa mengeluarkan potensi terbaik kita dan yang paling parah adalah kita akan merasa 'kosong' walaupun sudah dijejali apapun dari lingkungan kita. 
Ya, kita masih sering dengar dalam masyarakat atau orang tua kita berkata : "Ah, kamu kuliah jurusan itu, mau kerja apa?" itu kadang membuat kita merasa tak yakin dengan apa yang akan kita lakukan, tapi percayalah melakukan apa yang sesuai dengan interest kita akan  lebih membuat kita merasa hidup.
Ini hidup kita, bukan milik orang lain. Menjadi apa yang kita inginkan lebih penting daripada menjadi apa yang orang lain inginkan. 
Assuredness. Knowing what you want. Ini adalah hal yang penting. Saya masih mencari apa yang ingin saya ingini, dan suatu saat mudah-mudahan saya bisa menemukannya. 

     

I dont know why am I being so speechless like this.

I dont know why am I being so speechless like this.
Seriously, being single for too long can damage your mojo--

26 Mei 2011

Remuk Redam Rasanya

Remuk redam rasanya
Tidak, terima kasih.
Saya tak akan melangkah jauh lebih dari ini
Sudah tak ingin lagi saya peduli.
Persetan mereka mau bilang apa
Saya yang tahu!
Saya yang merasa!
Jangan pernah bilang saya tak pernah berbuat apa-apa
Sudah cukup lama saya menunggu,
mungkin sudah waktunya pergi
dan mencari tanah lain untuk dijejak.
Tak ada gunanya lagi menuggu
Untuk kamu yang tak pernah peduli

15 Mei 2011

Feodalisme, riwayat mu kini...

Pernah dengar istilah feodalisme? Pastinya pernah dong, di buku pelajaran Sejarah kala SD sampai SMA. Terus emang ada apa dengan sih konsep feodalisme itu?
Feodalisme adalah konsep kekuasaan jaman dulu, dimana kekuasaan dimiliki oleh pemilik modal dari lahan pertanian di daerah jajahan.  Pemilik modal ini dulu adalah orang-orang Belanda yang membuka lahan-lahan pertanian di Indonesia. Untuk memastikan kelancaran pertanian mereka, orang Belanda biasanya menggunakan penguasa lokal sebagai bagian dari perpanjangan tangan kekuasaan mereka. Penguasa lokal ini biasanya  adalah para bangsawan lokal yang menjadi tangan kanan bagi Belanda. Jadi, rakyat biasa disuruh bertani dengan sistem tanam paksa, kemudian hasil tani tersebut dijual kepada penguasa lokal, dan dari penguasa lokal ini nantinya akan dijual lagi kepada orang-orang Belanda.  
Udah beres segitu aja? Belum!
Terkadang, permitaan dari tuan tanah asing itu macam-macam, belum lagi status negara ini yang waktu itu masih merupakan wilayah kolonial Belanda, pembebanan pajak dan eksploitasi terus menerus menjadi sebuah hal yang biasa bagi rakyat biasa waktu itu. Lagipula, rakyat jelata mua berbuat apa? Toh, penguasa lokal yang mereka harapkan terkadang malah memberi beban lebih bagi rakyat.
Contoh dalam hal pajak misalnya, bila penguasa lokal kurang memberi pajak kepada pemerintah kolonial, maka mereka akan menarik pajak lebih tinggi lagi kepada rakyat biasa, padahal rakyat biasa sudah habis mereka eksploitasi. Kekurangan pajak yang disetor ini terjadi karena adanya korupsi yang dilakukan oleh penguasa lokal. Penguasa lokal biasanya memperkaya diri mereka dengan jalan korupsi dan melakukan penipuan kepada penguasa asing. Sehingga, rakyat yang sudah dibebani pajak oleh pemerintah kolonial juga harus membebani diri mereka dengan pajak yang 'timbul' dari penguasa lokal. Rakyat biasa harus membayar dua kali pajak dan mereka tidak mendapatkan apapun atas hak hidup mereka. '
Tapi kan sekarang Indonesia sudah merdeka. Feodal-feodalan udah enggak ada dong? Pastinya ya? KATA SIAPA?
Orang-orang feodal masih banyak berkeliaran saat ini. Mereka yang minta dihormati dan ditinggikan karena uang yang mereka punya lebih banyak daripada orang lain. Mereka yang merasa dirinya lebih berharga karena uang mereka lebih banyak. Mereka yang minta selalu diutamakan di jalan umum karena memiliki mobil berharga ratusan juta rupiah. Mereka yang terus memperkaya diri dan tidak memberikan apapun  pada masyarakat adalah feodal-feodal masa kini.
Para pejabat yang hanya membuat kebijakan untuk kepentingan golongan, partai, kolega dan kepentingan bisnis semata adalah para feodal masa kini. Bisa kita lihat semua kebijakan publik yang ada, belum ada yg memiliki manfaat yang cukup mengena bagi masyarakat. Mereka adalah kepanjangan tangan dari kaum barat yang ingin menghancurkan negara ini. Semua kepentingan hanya dilihat dan dinilai dari uang yang mungkin masuk ke kas negara (dan berakhir untuk saku mereka.) padahal beban yang harus dibayar oleh rakyat mungkin lebih besar. Feodalisme masih ada hingga saat ini. Orang-orang tamak yang nyaman diatas derita orang lain.
Jadi, kalau ada yang bertanya, kok negara ini engga bisa berkembang kek negara Asia atau ASEAN lain padahal sumber dayanya banyak? Simply, karena para penguasanya masih berpikir feodal. Mereka masih merasa bahwa mereka adalah para "pemilik tanah" atas rakyat. Mereka minta dilayani, diutamakan, diberi fasilitas yang nyaman seperti para bangsawan dan tuan tanah pada masa Belanda dulu. Mereka tak mau peduli dengan rakyatnya, karena kaum feodal adalah pedagang atas kepentingan pribadi mereka sendiri.


05 Mei 2011

Ngedumel macetnya Bandung

Pemandangan di atas cantik bukan? Itu Kota Bandung di malam hari diambil dari daerah Dago Atas. Tenang dan penuh kerlip lampu warna-warni. Kota yang indah sebenarnya. Kota Bandung sebenarnya  adalah sebuah bekas cekungan dari Danau Purba Bandung ribuan tahun yang lalu. Saya kuliah di daerah Gegerkalong, daerah yag berada di belahan Bandung Utara, bila melihat dari lantai 4 dari kampus saya, maka akan nampak terlihat bawaha Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan. Bila dianalogikan, kota Bandung itu seperti ceruk sebuah mangkok. Disini gunung, disana gunung, ditengah-tengahnya kota Bandung......(Maaf, garing)
Well eniway, saya sebenarnya ingin membahasa tentang betapa sudah muaknya saya sama keadaan lalu lintas di Kota Bandung. Kurangnya kedisiplinan pengendara dan tata kota yang sangat-sangat-sangat buruk membuat kemacetan Kota Bandung benar-benar chaos. 
Seperti yang saya bilang tadi, saya kuliah di daerah Gegerkalong dan rumah saya berada di daerah Cicaheum (Seriously? Cicaheum? Yeah, you can laugh now). Jalan yang harus saya lalui untuk menuju kampus adalah Jalan Cipaganti dan Setiabudi, and guess what? Kedua ruas jalan itu benar-benar macet setiap siang hari dan week end. Penyebabnya? Here is some clue : Rumah dan Mode. Ya, benar! Kendaraan yang keluar dari Factory Outlet yang satu ini benar-benar membuat chaos traffic di jalan Cipaganti dan Setiabudi. 
Ah, cuman ruas itu aja kan? Hell, no!
Ruas jalan di kota Bandung itu sangat pendek sempit. Kemacetan di Cipaganti dan Setiabudi akan berimbas ke jalan-jalan lain sekitarnya, seperti jalan Lamping, Cemara, Sukajadi. Kita jadi tak punya pilihan lain selain menerima kemacetan akibat orang yang keluar masuk dari Rumah Moder, padahal dari POM Bensin Cipaganti sampai ke Rumah Mode kalau kosong bisa dilewati kurang dari 5 menit. 
Ini yang membuat saya rada bingung dan aneh. Rumah Mode adalah biang macet di jalan Cipaganti dan sekitarnya, tapi kok masih bisa kokoh berdiri disana? Memang berapa kontribusi pajak yang mereka beri ke kota ini? Saya yakin tak sebesar dengan kerugian dari pengguna jalan yang dibuat macet oleh FO ini setiap harinya. Lalu saya pikir lagi, memangnya Rumah Mode bisa ada disitu kalau tak ada ijin nya? Pasti tidak!
Terus siapa yg ngeluarin ijinnya? Pemkot. 
Apa Pemkot engga tau kalau tempat itu jadi titik kemacetan? Pasti tau.
Terus? Ya itu, entahlah. Saya engga ngerti kenapa kok masih dikasih ijin.
Kasus yang sama terjadi di Cihampelas dan Sukajadi. Kalau kita dari daerah utara kota Bandung ingin ke pusat kota, kita punya 4 alternatif jalan :
1. Dari arah Lembang masuk ke Gegerkalong Hilir, lewat Sarijadi terus ke Surya Sumantri, kemudian belok kiri lewat Pasteur
2. Dari Lembang-Setiabudi-belok kanan masuk Sukajadi-terus lurus ke Pasir Kaliki
3. Dari Lembang - Setiabudi-Cihampelas
4. Dari Lembang - Setia budi - belok kiri ke Siliwangi-Dago
Dan coba tebak, ke semua jalur itu macet!
kalau lewat jalur 1, kita bakal kena macet di depan Maranatha karena traffic light dan ada pintu keluar tol pasteur. Kalau lewat jalur 2 kita bakal kena macet di Sukajadi karena ada mall Paris van Java. Kalau lewat jaluar 3 kita bakal kena macet di Cihampelas karena ada Ciwalk dan bis-bis segede gaban berusaha parkir. Jalur ke 4 bakal kena macet di Siliwangi karena traffic light di Dago.
Dari ke 4 jalur itu, sama sekali engga ada jalur yang benar-benar bebas dari mall/pusat belanja. Semua dipakai buat urusan wisata belanja dan kuliner buat turis luar kota. Engga satu pun bebas dari pusat keramaian. Ini yang ngasih ijin apa engga mikir gitu? Masa dari 4 jalur tadi engga ada satupun yang steril dan bebas dari keramaian? 
Mungkin alasannya bagus, untuk pendapatan pajak daerah, maka di kota Bandung harus banyak pusat-pusat penyedia jasa wisata. Tapi kalau begini yang ada, besarnya pajak daerah itu tidak sebanding dengan derita kemacetan yang dialami warga Kota Bandung. WARGA KOTA BANDUNG YANG HIDUP 24/7 DI KOTA BANDUNG DAN BUKAN YANG CUMAN NONGOL TIAP WEEKEND!
Itu baru satu spot aja yang macet, di Bandung ini masih banyak spot macet lainnya. Saya enggak ngerti sama pemkot ini, mau dibuat apa kota ini nantinya? Rencana macam apa yang bakal mereka lakukan untuk mengatasi hal ini? Semoga kejernihan hati dan ilmu selalu diberikan kepada pemimpin kita, agar mereka bisa berbuat lebih baik bagi umat. Amin.   

03 Mei 2011

Absolutisme dalam sebuah hubungan?

Sebagai salah satu buku favorit saya, buku Jomblo dan Gege Mengejar Cinta, sudah memberikan banyak influence dalam pemikiran saya, terutama dalam hal hubungan (yang mana saya sangat goblok banget). Di buku Jomblo ada saat dimana sang tokoh utama, Agus Gurniwa, berkata bahwa : 
Wanitah punya absolutisme dalam menyeleksi. Dari alasan yang solid seperti : 'Agamanya kurang kuat' sampai alasan yang pikasebeleun, 'Orangnya baik sih, tapi sayang bau kelek!", mereka punya hak atas itu. Saat kenalan, mereka yang nentuin "Ok, eluh boleh kenalan sama gue", saat mau nyatain cinta, mereka juga yang nentuin "Ok, eluh boleh jadi pacar gue."
And, I say, "Whooaaah! That's So, f*ckin real!!"
Yang disebutin Agus bener engga sih? Bener pisan kan yang dia bilang?! Wanita itu punya kuasa atas itu. Mereka yang nentuin semuanya. Mereka yang nentuin kapan seharusnya kamu nyatain perasaan mereka ke kamu. Kalau terlalu cepet, mereka bilang, "Aku belum siap buat punya hubungan serius sama seseorang." Kalau kelamaan, mereka bilang, "Ih, basi banget sih?! Helloww.. kemaren kemana aja? Madingnya udah siap terbit!" (Ok. the last part is from AADC)
Mereka yang nentuin besarnya pengorbanan seorang pria saat ngedeketin mereka. Ilustrasinya begini, misalkan ada dua orang  pria yang mendekati satu wanitah dan kebetulan sang wanitah mau ulang tahun. Let's say, cowok 1 adalah orang pas-pasan dan ingin memberikan sebuah kado yang bermanfaat bagi sang wanitah. Hadiah yang dia pilih seharga sama uang jajan dia selama 3 minggu full. Dia beli, dia kasih ke cewek itu, ceweknya nyengir bilang "Makasih ya," kemudian pergi dan tanpa dia ketahui cowok 1 kelaparan selama 3 minggu ke depan. And, let's say cowok 2 adalah anak pejabat dan dia milih kado yang harganya 10 kali lipat dari cowok 1 dan ditambah jalan-jalan sampai abis bensin dilanjutkan dengan dinner romantis dan bagi dia itu cuman kek buang ingus. Mana kah yang bakal wanita itu pilih? My answer is cowok 2. Kenapa? Karena dia bisa spent dan melakukan hal yang lebih banyak buat si wanitah dan bagi wanita itu adalah pengorbanan. Dan bagaimana nasib cowok 1? Sudah kelaparan dan kena tolak, racun serangga nampak nikmat.
Terus diaman letak keadilan dalam sebuah hubungan itu?
Well, dalam buku Gege Mengejar Cinta, Tia, mengatakan bahwa itu memang sudah kodratnya wanitah. Wanitah itu harus dibuat penasaran, dibuat luluh. Kenapa? Karena mereka nantinya mengabdi pada keluarga. Benar? Benar! Lihat ibu kita! 
Terus? Entahlah, saya juga bingung sebenarnya ini mau ngomong apa....