26 Januari 2011

sedikit ngomongin negara (2)

Ok, lanjutan dari postingan sebelumnya, terakhir saya ngomongin soal politisasi. Nah, kenapa politisasi bisa terus terjadi, kenapa sedikit-sedikit dibuat menjadi isu politik? Jawabannya karena masyarakat kita memang masih mudah untuk diarahkan seperti itu. Media tidak membantu banyak dalam upaya mencerahkan masyarakat, media bagi saya saat ini sudah merupakan sebuah komoditas yang bisa ditunggangi oleh politik (atau minimal sama yang punyanya demi kepentingan politiknya.) Tapi ini tidak terjadi di negara ini saja, di negaral lain juga sama saja saya rasa. Media lebih menjadi media propaganda dan digunakan sebagai pengalih isu semata untuk menutup satu isu degan isu lainnya. Media sudah beralihfungsinya dari yang seharusnya menyebarkan informasi yang akurat dan jujur kepada publik, menjadi sebuah badan yang mengejar iklan dan popularitas di masyarakat.

Media jadi kehilangan independensinya, dan menjadi sebuah laat bagi golongan tertentu untuk mencapai tujuan pribadinya, ini bisa menjadi sangat bahaya, karena jangkauan media yang luas bisa mempngaruhi orang-orang yang tidak mengerti dan kurang terdidik untuk ikut serta mendukung tujuan tersebut.
Pendidikan
Salah satu hal mendasar menurut saya harus diperbaiki adalah pendidikan. Lah, emang lo pikir negara ini orang pinter ga ada?  Weits, bukan gitu maksudnya. Maksud dari perbaikan pendidikan ini adalah perbaikan dalam tujuan pendidikan itu sendiri. Selama ini tujuan pendidikan di negara ini menurut saya tidak jelas, contohnya nilai standar ujian yang terus-terusan naik. Naik angkanya kelulusan tiap tahun naik, tapi apa yang mau dikejar dari kenaikan itu?
Apa pemerintah pernah menilai tingkat penyerapan pendidikan di Indonesia ini secara kualitatif dan kuantitatif? Saya rasa tidak. Itu yang saya sesalkan. Negara ini terlalu banyak membangun proyek-proyek Mercusuar tanpa arti. Dana dihabiskan tanpa tujuan yang jelas, bila satu program gagal, buat program baru yang pasti gagal juga, pakai uang rakyat lagi.
Setiap tahun banyak sarjana yang lulus, tapi apa hasilnya dari angka kelulusan yang tinggi itu? Hanya menambah angka pengangguran saja. Itu sih salah mahasiswanya!  Hei, mahasiswa adalah produk dari sebuah sistem, bila mahasiswanya tidak sesuai harapan ada yang salah dengan sistemnya. Bila mahasiswanya dan pelajarnya jauh dari standar dan tidak bisa diharapkan untuk membangun masyarakat yang lebih baik, ya perbaiki dulu sistem pendidikan yang ada, agar saat mereka terjun ke masyarakat mereka tahu mereka harus berbuat apa, LEBIH DARI SEKEDAR HANYA UNTUK MENJADI PEGAWAI YANG DIGAJI TINGGI TANPA MENGGUNAKAN ILMU MEREKA BAGI MASYARAKAT.
Memang tidak salah kita lulus dengan tujuan mencari kerja dan menghabiskan hidup kita untuk mengumpulkan uang dan bekerja, toh semua ijasah itu tidak gratis kita dapat. Semua ada harga yang harus dibayar. Tapi yang jadi masalah adalah bila orang-orang terbaik kita hanya hidup demi uang. Stigma kesuksesan adalah kekayaan telah mendarah daging di negara ini.
Saya ralat semua tulisan diatas. 
Sebenarnya saya pengen bilang kalau penyebab utamanya adalah rendahnya pendidikan di masyakrakat dan kurangnya visi di pemerintah dalam membentuk masyarakat yang mandiri secara fisik dan mental pikiran (bebas dari doktrin-doktrin umum yang ada dan bisa berpikir secara rasional dan empiris dalam melihat segala macam persoalan yang ada) tapi setelah saya pikir-pikir, memang ekonomi tidak ada pengaruhnya? Ya, ada. Memang psikologis tidak ada pengaruhnya? Ya, ada. Memang hanya segitu saja penyebabnya? Setelah saya pikir-pikir, lho kok jadi banyak dan untaian masalahnya benar-benar seperi bola kusut di kaki ayam, tidak jelas mana pangkal mana ujungnya. Jadi apa penyebabnya? Sekarang saya cuma bisa jawab : entahlah. Saya pun bingung, mana yang awal mana yang akhir. 
Ada orang terdidik yang mungkin masih bisa dihasut secara politik, atau ada orang yang miskin tapi bisa kritis, tapi karena miskinnya tidak punya kesempatan beraspirasi dan sibuk berkutat dengan nasib supaya bisa makan saja. Jadi ada apa? Apa memang ada Invisible Hand sesuai teori Adam Smith yang mengatur ini semua? Atau sudah suratan takdir? Kenapa jadi seperti judul sinetron begini? 
Tapi inti dari semua kesalahan semua ini bagi saya adalah memang tidak adanya visi yang jelas dari pemerintah sendiri untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Memang anggaran sudah 20% untuk pendidikan, tetapi tingkat penyerapannya belum benar terealisasikan. Masih banyak tukang kutip di Republik ini dan mereka tidak malu menjadi tukang ketip dan memberikan uang hasil ketip itu untuk keluarga mereka.
Mungkin, memang yang paling tepat untuk saat ini adalah seperti kata-kata orang yang pernah saya dengar dengan cara memperbaiki diri kita dulu, kemudian keluarga, kemudian lingkungan yang lebih besar lagi dan seterusnya, karena bila kita memperbaiki dunia luar tanpa memperbaiki diri kita sendiri, tak ada gunanya. 


Tidak ada komentar: