Pagi ini, timeline saya dipenuhi euforia " twit nasionalis" yang bicara tentang kemerdekaan negara ini. Ya, bagus sih, setidaknya masih ada yang inget kalau 17 Agustus itu Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, banyak yang engga inget juga karena suasana Hari Kemerdekaan ini ternyata bertepatan dengan malam nuzulul qur'an bulan Ramadhan, jadi sebagian mungkin lebih inget buat ibadah daripada mengingat harus ikut upacara misalnya.
Tapi saya ngerasa ada yang kurang aja dari euforia ini. Semua twit yang saya baca, gitu-gtu aja, ngomongin hal yang biasa aja. Tidak nambah insight apapun, mungkin yang ngetwitnya terlalu sibuk jadi tidak sempat baca dan menambah pengetahuannya. Bukannya apa-apa lho, saya kadang ngerasa risih juga baca twit macam gitu hanya dari persepsi pribadi saja. I mean, kita udah mahasiswa, bentar lagi sarjana, ada yang sudah sarjana malah, kalau mau ngomongin yang serius macam gini ada baiknya didasarkan kepada data, fakta atau literatur sehingga apa yang di share tidak hanya mengumbar jargon.
Karena kalau hanya cuap-cuap mengumbar jargon macam "Indonesia bisa lebih baik-Mengenang perjuangan bangsa!- Semangat Kemerdekaan!" dan sebagainya, itu sama aja kek spanduk di jalan-jalan yang ditulisi dengan "Jauhi narkoba, jadi lah pemuda Indonesia yang kreatif!" oleh pemerintah, tapi pengedar narkoba dibiarkan berkeliaran oleh pemerintah, dan fasilitas untuk mengembangkan kreativitas ditiadakan pula oleh pemerintah. Trus gimana bisa tercapai tujuan mulia tadi agar setiap pemuda bisa menjadi kreatif dan tidak terjerat narkoba?
Bangsa ini memang bangsa spanduk kalau kata salah satu dosen saya. Semua masalah cukup dibuat spanduknya, dan semua masalah itu seolah-olah akan beres dengan spanduk-spanduk itu ada.
Enam puluh enam tahun yang lalu, visi negara ini adalah untuk menjadi sebuah negara yang bebas dan merdeka dari segala bentuk penjajahan yang terjadi waktu itu, yang jadi masalah utama sekarang adalah para pendiri bangsa ini tidak membuat visi setelah kita merdeka. Karena itulah negara ini menjadi negara luntang-lantung, negara yang tidak jelas mau jadi apa. Disebut negara agraris, beras saja impor yang banyak tumbuh malah rumah-rumah beton dan banyak petaninya hidup susah. Disebut negara industri, menghasilkan produk apa negara ini yang bisa dibanggakan? Koruptor? Lumpur Lapindo?
Pemegang pemerintahan juga masih lebih banyak bersikap feodal. Lebih sering minta dilayani oleh masyarakat daripada menjadi pelayan bagi masyarakatnya. Kebijakan yang dibuat lebih ditujukan untuk kepentingan golongan dan hanya untuk mengatasi masalah jangka pendek saja. Kalau ada masalah lagi, ya bikin aturan lagi, terus saja begitu jadi tumpang tindih antara satu aturan dengan aturan lainnya. Kita kehilangan visi sehingga kita tidak mempunyai arah yang jelas negara ini mau dibawa kemana. Sedang ribut kiri, semua orang ke kiri. Diarahkan ke kanan, semua orang ke kanan. Macam bebek.
Ini yang agak kurang di negara ini, satu orang ngomong tentang nasionalisme, yang lain ikut berkicau hal yang sama, tanpa tahu maksud dan tujuannya apa. Hasilnya hanya tren belaka dan besok apa yang sudah diucap pasti terlupa. Ini bahaya! Karena bila tingkah laku seseorang sudah tidak sesuai dengan ucapannya, itu sudah mendekati tanda-tanda orang munafik. Hah, sudahlah, it's always easier said than done.
Well, Happy Independence Day! God bless Indonesia! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar